Pemikiran Dan Pembaruan Muhammad Abduh Dalam Pendidikan Islam Di Mesir - Alfan Fazan Jr.
Pemikiran Dan Pembaruan Muhammad Abduh Dalam  Pendidikan Islam Di Mesir

Pemikiran Dan Pembaruan Muhammad Abduh Dalam Pendidikan Islam Di Mesir

Muhammad Abduh memiliki pemikiran yang ada hubungannya dengan kebijakan pemerintah tentang pendidikan, dia menegaskan bahwa pendidikan adalah kepribadian harus dibentuk dengan pendidikan dan penanaman nilai-nilai hingga menjadi orang yang baik dan layak karena manusia tidak akan dikatakan utuh kecuali dengan pendidikan.Ia juga menambahkan bahwa pendidikan adalah sarana perubahan.Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang didasarkan pada ajaran islam.Pendidikan di sini, berarti mengikuti prinsip-prinsip yang di bawa para nabi dan rasul.
Sebagai seorang teolog yang modernis, Abduh merasa yakin bahwa sains dan islam tidak mungkin bertentangan. Ia menyatakan bahwa agama dan pemikiran ilmiah bekerja pada level yang berbeda. Dan menawarkan prospek-prospek perkembangan sambil tetap mengamankan kontinuitas dari masa lampau.
Pemikiran Abduh dalam suatu sistem pendidikan adalah pendidikan yang fungsional, yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan. Laki-laki ataupun perempuan mendapat hak yang sama dari Allah, sesuai dengan firman-Nya QS: Al-Ahzab:33. Dalam pandangan Abduh ayat tersebut menyejajarkan laki-laki dan perempuan dalam hal mendapatkan keampunan dan apabila yang diberikan Allah atas perbuatan yang sama, baik yang bersifat keduniaan maupun agama.Ada beberapa pemikiran yang sejalan dengan tujuan hidup danpendidikannya.Dapat dijelaskan sebagai berikut: 
  • Membebaskan pemikiran dari ikatan taklid, kemadzhaban,serta memahami ajaran agama sesuai dengan jalan yang ditempuh ulama’ zaman klasik (salaf), zaman sebelum timbulnya perbedaan paham, yaitu kembali pada sumber-sumber utamanya.Dan mempertimbangkannya dalam skala penalaran modern.
  • Memperbaiki bahasa arab yang dipakai baik oleh berbagai institusi pemerintah maupun surat kabar dan masyarakat pada umumnya dalam surat menyurat.
  • Menghidupkan kembali buku-buku lama untuk mengenal intelektualisme islam yang ada dalam sejarah, serta mengikuti pendapat-pendapat yang benar sesuai dengan kondisi yang ada.
  • Perlawanan terhadap buku-buku yang tendensius, untuk di perbaiki dan disesuaikan dengan pemikiran rasional dan historis.
Dalam kenyataannya, tidak semua ide dan pemikirannya dapat diterima oleh penguasa dan pihak al-Azhar. Penghalang utama yang dihadapinya, adalah para ulama yang berpikiran statis beserta masyarakat awam yang mereka pengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Abduh adalah:
  • Faktor sosial, berupa sikap hidup yang dibentuk oleh keluarga dan gurunya Syekh Darwisy dan Sayyid Jamaludin al-Afghani, di samping itu sekolah yang menerapkan sistem pendididkan yang tidak efektif, serta dengan keagamaan yang statis dan pikiran-pikiran yang fatalistis yang pernah dia alami baik di Thanta atapun di mesir.
  • Faktor kebudayaan, berupa ilmu yang diperolehnya selama belajar di sekolah-sekolah formal dari Jamaludin al-Afghani, serta pengalaman yang di timbanya dari barat.
  • Faktor politik yang bersumber dari situasi politik di masanya, sejak di lingkungan keluarganya di Mahallah Nashr.
Gerakan pembaruan islam yang dilakukan oleh Muhammad Abduh tidak terlepas dari karakter dan wataknya yang cinta pada ilmu pengatahuan.Jadi, pembaruan mendasar yang diupayakan Muhammad Abduh adalah memahami secara rasional, karena akal (rasio) dapat dijadikan sebagai justifikasi agama, sehingga doktrin-doktrinnya dapat dilogigakan dan didemonstrasikan secara rasional pula.
Gibb dalam salah satu karya terkenalnya, Modern Trends In Islam, menyebutkan empat agenda pembaruan Muhammad Abduh sebagai pemurnian islam dari berbagai pengaruh ajaran yang tidak benar, yaitu:
  • Purifikasi atau pemurniaan ajaran islam telah mendapat tekanan serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bid’ah dah khurafah yang masuk dalam kehidupan beragama kaum muslim.Kaum muslimin tidak perlu memercayai adanya karamah yang dimiliki para wali atau kemampuan mereka sebagai wasilah kepada Allah. Dalam pandangan Muhammad Abduh, seorang muslim diwajibkan menghindarkan diri dari perbuatan syirik.
  • Reformasi, reformasi pendidikan tinggi islam difokuskan Muhammad Abduh universitas almamaternya, al-Azhar. Ia menyatakan bahwa kewajiban belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi dogma ilmu kalam untuk membela Islam. Akan tetapi, kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari sains-sains modern, sejarah dan agama eropa, agar diketahui sebab-sebab kemajuan yang telah mereka capai. Usaha awal reformasi Muhammad Abduh adalah memperjuangkan mata kuliyah filsafat agar diajarkan di al-Azhar. Dengan belajar filsafat, semangat intelektualisme islam yang padam diharapkan dapat dihidupakan kembali.
  • Pembelaan islam, Muhammad Abduh lewat Risalah Al-Tauhidinyaberusaha mempertahankan potret Islam dengan menegaskan bahwa jika pikiran manusia dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Hasil yang dicapainya otomatis akan selaras dengan kebenaran Ilahi yang dipelajari melalui agama.
  • Reformulasi, Agenda reformulasi tersebut dilaksanakan Muhammad Abduh dengan cara membuka kembali pintu ijtihadd. Muhammad Abduh dengan reformulasinya menegaskan bahwa islam telah membangkitkan akal pikiran manusia dari tidur panjangnya. Manusia tercipta dalam keadaan tidak terkekangiayakin bahwa manusia memiliki eksistensi diri dan kemerdekaan di dunia ini. Maka, konsekuensi logisnya adalah manusia mampumemahami nash-nash kitab yang diturunkan dan dasar-dasarnya itulah yang dikenal dengan ijtihad.
Karya-karya Muhammad Abduh

Di antara karya-karyanya selain yang merupakan karangan sendiri terdapat juga hasil terjemahan dari bahasa Prancis. Sedangkan karyanya yang tidak sempat terselesaikannya adalah Tafsir Al-Quran yang baru terbit sebagian pada masa hidupnya dan kemudian diselesaikan oleh muridyna Muhammad Rasyid Ridha, yang pertama kali dimuat dalam majalah Al-Manar.

Buku-buku karangan Muhamad Abduh adalah Risalat At-Tauhid (1897), Al-Islam wa Al-Nasraniyah Ma’a Al-Ilmi wa Al-Madaniyati (1920) dan Komentar (Syarah) atas buku Al-Bashair Al-Nasiriah karangan Qadi Zainuddin (1898).

Sedangkan yang berupa terjemahan adalah buku karangan filosof Inggris Herbert Spenser yang diterjemahkan dari bahasa perancis L’Education ke dalam bahasa Arab. Selain itu ada beberapa buah ceramahnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa perancis oleh Thal’at Harb dengan judul L’Europe Et l’Islam.

Share with your friends