Peran Pesantren dan Ulama' (Kiyai) di Madura - Alfan Fazan Jr.
Peran Pesantren dan Ulama' (Kiyai) di Madura

Peran Pesantren dan Ulama' (Kiyai) di Madura

Dalam konteks pembangunan dimadura, pesantren sebagai indonesia indigenious culture memainkan peran secara aktif, baik sebagai motivator, innovator dan dinamisator masyarakat madura selain itu, pesantren selalu berada digarda terdepan dalam mengawal pembangunan madura, dengan menyumbangkan gagasan konstruktif, atau bahkan terlibat secara langsung dalam proses pembangunan madura sejak awal perencanaan, termasuk ketika ide pendirian badan otorita madura mencuat ke permukaan.

Pesantren dan ulama' di madura memiliki beban yang cukup berat. Kehadiran dan peran aktifnya selalu ditunggu oleh segenap lapisan masyarakat madura. Karenanya, agar bisa terus eksis dan produktif, pesantren dan ulama dituntut untuk sanantiasa melakukan proses perbaikan dan peningkatan kualitas dan mampu mengemban amanah secara professional dan proporsional.

Peran Pesantren dan Ulama' (Kiyai) di Madura

Masyarakat madura pada umumnya menjadikan pesantren sebagai pilihan utama tempat pendidik putra-putrinya. Khususnya dalam menimba ilmu Pengetahuan Islam, disamping sebagai tempat bertanya, konsultasi, meminta nasihat dan do'a guna mengatasi problem hidup.

Ketaatan dan kehormatan masyarakat madura terhadap pempinan pesantren sangat tinggi, ini sejalan dengan falsafah hidup masyarakat madura yang memposisikan seorang guru, ulama, kyai, atau pimpinan pesantren dalam urutan kedua setelah penghormatan terhadap kedua orang tua mereka. Falsafah hidup masyarakat madura yang dimaksud dalai, "bupha', bhabu', guru, rato" (bapak, ibu, guru, dan raja).

Falsafah hidup masyarakat madura ini kemudian berimplikasi pada peran pesantren, khususnya kiyai dalam keseluruhan aspek kehidupan masyarakat madura. Posisi kiyai tidak lagi semata sebagai pemimpin formal pesantren melainkan pemimpin informal (informa leaders) yang bertugas memberdayakan masyarakat madura. Kyai juga berfungsi sebagai moral force yang turut memberikan kesadaran normative kepada masyarakat madura.

Adapun ulama' atau kyai juga memiliki tempat yang spesifik dalam masyarakat madura, tidak hanya karena proses histories, tetapi juga di dukung oleh kondisi-kondisi ekologi (tegal) dan dtruktur pemukiman penduduk yang ada. Kondisi-kondisi demikian, kemudian melahirkan organisasi sosial yang bertumpu pada agama dan otoritas ulama'.

Hubungan antara kyai dan umatnya sangat dekat, dan kiyai memiliki peran dominant dalam kehidupan umatnya. Apa yang dikatakan oleh seorang kiyai niscaya akan di ikuti oleh umatnya bahkan kadang-kadang tanpa memperhitungkan apakah hal itu baik atau tidak.

Dalam masyarakat madura, kiyai paling di hormati dibandingkan dengan golongan sosial yang lain. kiai memiliki penghormatan sosial dari masyarakatnya. Kiai akan lebih dihormati kalau ia memiliki karisma, karena kelebihan ilmu agamanya itu. Apa yang dikatakan akan dituruti dan dilaksanakan umatnya (orang madura). Pejabat dan orang kaya disini masih hormat kepada kiyai.

Adapun tipe relasi sosial antara kiyai dimadura barat (bangkalan) dan kiyai dimadura timur (sampang, pamekasan dan sumenep) agak berbeda. Seluruh kyai di bangkalan masih terikat dalam jaringan kekrabatan yang luas dengan ulama' karismatik dijawa dan madura yakni Syaikhona Kholil. Ia dalai pendiri pondok pesantren Syaikhona Kholil di bangkalan pada tahun 1875., di pesantren itu.

Sedangkan dimadura bagian timur, secara umum hubungan sosial antar kiai tidak ikat oleh jaringan kekerabatan yang luas seperti di Bangkkalan. Hubungan antara kiyai tidak tidak bersifat hirarkis, masing-masing kiyai bersifat otonom, khususnya dalam hubungan dengan umatnya dan dengan lembaga sosial lainnya, seperti birokrat dan legislative. Dalam struktur sosial, kiyai memiliki pola hubungan yang dominan dengan umatnya.

Badan Otorita Madura

Gagasan pendirian Badan Otorita Madura bermula ketika Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, berkunjung ke pamekasan dalam rangka peringatan Nuzulul Qur'an 1427 H, 9 September 2006. Saat memberi sambutan, SBY menegaskan tekad pemerintah untuk menyelesaikan pembangunan Jembatan Suramadu tepat waktu (tahun 2008). Lebih dari itu, SBY mengatakan, bahwa pembangunan Madura bukan saja dari sisi fisiknya saja tetapi yang lebih penting adanya ketetapan bahwa pembangunan tersebut harus berlandaskan pada ajaran agama Islam, norma-norma budaya, dan adat istiadat Madura.

Badan Otorita inilah yang kemudian memiliki otoritas untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi pembangunan Madura. Karenanya, peranan yang dimainkan cukup menentukan arah pembangunan Madura selanjutnya. Untuk efektivitas, Badan otorita harus memiliki rumusan konseptual dan aplikatif yang terukur dan proposional terutama bagaimana pembangunan Madura seharusnya dilaksanakan. Kalau tidak, Badan Otorita hanya akan menjadi beban baru bagi keuangan pemerintah.

Pada perkembangannya, berdasarkan surat edaran Gubernur Jawa Timur, Istilah Badan Otorita Madura kemudian diganti menjadi Badan Percepatan Pembangunan dan Perkembangan Wilayah Suramadu (BP3WS). Penggunaan istilah BP3WS ini dinilai lebih tepat dan akomodatif ketika dikaitkan dengan betapa pentingnya akselerasi pembangunan di Madura dari segala sisi.

Daftar Pustaka

Bruinassen, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, 1995, t.p.
Kuntowijoyo, "Pengantar" dalam Mutmainnah, Jembatan Suramadu, Respon Ulama terhadap Industrialisasi Madura, Yogyakarta, 1998.
Subaharianto, Andang, Industrialisasi Madura, Malang; Bayumedia, 2004.
Tidjani Djauhari, Mohammad, Membangun Madura, cet I.

Share with your friends