Menurut Tim Pusat Kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip, yaitu:
Pertama. Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa-siswi. Tema yang dipilih sebaiknya tema-tema yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan dialami anak (Sukandi dkk., 2003). Mengangkat realita sehari-hari dapat menarik minat siswa-siswi dan meningkatkan keterlibatan siswa-siswi dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran tematik, anak belajar tentang dunia nyata sehingga pencapaian kompetensi dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran lebih bermakna karena mudah dipahami. Kebermaknaan pembelajaran sangat penting karena dapat memberikan pencerahan (insight) pada anak, juga membuat anak termotivasi dalam belajar sehingga mereka memiliki minat tinggi dalam pembelajaran (Samani, 2007).
Kedua. Dari yang termudah menuju yang sulit. Dari yang sederhana menuju yang kompleks. Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi (Tim Pusat Kurikulum Balitbang Departemen Pendidikan Nasional, 2006).
Keempat. Dari yang konkrit menuju ke yang abstrak. Anak tidak belajar hal yang abstrak, tetapi belajar dari fenomena kehidupan dan secara bertahap belajar memecahkan problem kehidupan. Menurut Sukandi (2003), dunia anak adalah dunia nyata. Tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dengan tahap berpikir nyata. Anak-anak biasanya melihat peristiwa atau objek yang didalamnya memuat sejumlah konsep/materi beberapa mata pelajaran. Misalnya, dalam berbelanja di pasar, anak-anak dihadapkan pada hitung-menghitung (Matematika), aneka ragam makanan sehat (IPA), dialog tawar menawar (Bahasa Indonesia), penggunaan uang (IPS), tata cara dan etika jual beli (Agama), dan mata pelajaran lainnya. Anak belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dari hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa-siswi dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Kelima. Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa-siswi dan membangun pemahaman konsep karena adanya sinergi pemahaman antar konsep yang dikemas dalam tema.
Ketujuh. Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa-siswi, termasuk minat dan kebutuhan. Dalam pembelajaran tematik, berbagai mata pelajaran dihubungkan dengan tema yang cocok dengan kehidupan sehari-hari anak, bahkan diupayakan yang merupakan kesenangan anak pada umumnya sehingga siswa-siswi tertarik untuk mengikuti pelajaran. Ketertarikan siswa-siswi pada "apa" yang dipelajari merupakan "pintu" pertama belajar dan menjadi "kunci" keberhasilan belajar. Sebaliknya, jika siswa-siswi tidak tertarik belajar bisa menjadi faktor kegagalan dalam belajar bagi siswa-siswi (Samani, 2007).
Tema yang dipilih, menurut Sukandi (2003) dapat mengembangkan tiga ranah sasaran pendidikan secara bersamaan, yaitu kognitif (seperti gagasan konseptual tentang lingkungan dan alam sekitar), keterampilan (seperti memanfaatkan informasi, menggunakan alat, dan mengamati gejala alam), dan sikap (jujur, teliti, tekun, menghargai perbedaan, dan sebagainya).
Identifikasi dan Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan Indikator
Melakukan identifikasi dan analisis untuk setiap Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis. Setelah tema-tema terbentuk, maka guru menyusun pemetaan Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar mata pelajaran sesuai dengan tema yang sudah ada. Jika ada Kompetensi Dasar yang sulit diintegrasikan ke dalam tema-tema yang telah ditentukan, maka Kompetensi Dasar tersebut diajarkan tersendiri. Contohnya adalah Kompetensi Dasar pada mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan, karena untuk mengajarkannya membutuhkan guru yang memiliki latar belakang pendidikan khusus