Cerpen - Buah Manis Perjuangan - Alfan Fazan Jr.
Cerpen - Buah Manis Perjuangan

Cerpen - Buah Manis Perjuangan


Suatu hari di SMA Darun Najwa terlihat seorang anak laki-laki yang bernama Fadil Arizi yang biasa dipanggil Fadil. Dia seorang anak yang ditinggal mati ayah dan ibunya sejak berumur tujuh tahun. Kemalangannya menjadikan dia seorang anak yang sabar dan pekerja keras. Demi kelangsungan hidup dia dan neneknya, mengharuskannya bekerja tanpa putus asa, walaupun hanya mengandalkan satu kaki kanannya. Sebab kaki kirinya tak terbentuk sejak kelahirannya. Dari dulu yang menjadi temannya untuk berjalan adalah kursi roda peninggalan orang tuanya. Setiap hari bersama kursi rodanya dia berjualan gorengan setelah sepulang sekolah. 
“Gorengan, gorengan, gorengan….” dengan keringat yang membasahi bajunya, Fadil berkeliling menjajahi gorengan.
“Ibu, mbak… gorenganya masih hangat, silakan dibeli…” kata Fadil sambil menawarkan gorengan pada kerumunan perempuan di pinggir jalan.
“Iya dek, saya beli sepuluh ya dek, nih uangnya” kata seorang ibu sambil memberikan satu lembar sepuluh ribuan.
“Ini ibu gorengannya, terimakasih ya bu” dengan mata penuh syukur Fadil menyerahkan gorengan pada ibu itu.
Sepulang menjual gorengan Fadil kelelahan memasuki rumahnya mungilnya. Dengan wajah pucatnya dia menghampiri neneknya yang sedang berbaring karena sakit.
“Nek, alhamdulillah hari ini gorenganku habis, Allah melancarkan rezeki padaku untuk pengobatan nenek, terimakasih ya Allah…” seru Fadil sambil menggenggam tangan keriput neneknya.
Keesokan harinya di Sekolah, Fadil mengobrol dengan teman sekelasnya, namanya Dani. Dani adalah satu-satunya teman sekelasnya yang selalu membela Fadil ketika di ejek dengan temannya yang lain. Mungkin karena dari lingkungan yang sama atau hanya karena sama-sama penjual gorengan, Dani selalu berusaha membantu Fadil ketika dalam kesulitan.
“Fadil,  gimana kemarin gorengannya laku?” tanya Dani.
“Iya Dan, Alhamdulillah kemarin gorenganku laku semua. Em.. kalau kamu gimana Dan?” tanya Fadil.
“Nggak laku semua sih Dil, masih ada sisanya sedikit, padahal sampai malam loh aku jualan, hah… kesal aku” seru Dani sambil memijit pelipisnya yang terasa sakit.
“Gimana ya Dil caranya jadi penyabar seperti kamu? Ya aku pernah mencoba sabar  tapi lama-kelamaan aku gak sanggup sendiri, benar kata orang sabar itu pasti ada batasnya” kata Dani dengan nada kesal.
“Gak boleh gitu lah, memang sulit pada awalnya tapi tetap berusaha karena Allah selalu bersama orang-orang yang sabar” kata Fadil sambil merangkul Dani
“Tapi gimana caranya?” 
“Setiap saat berusaha tenang dan selalu berzikir pada Allah…” sebelum Dani protes, Fadil kembali melanjutkan sarannya.
“Memang sulit, tidak semua orang bisa melakukannya tapi tetaplah berusaha bersyukur pada apapun yang Allah berikan, entah itu kesehatan, rezeki atau apapun itu” dengan nada setenang mungkin Fadil menjelaskan panjang lebar.
Setelah dahi Dani berkerut samar, pikiran kusutnya mulai lurus.
“Yach… aku akan berusaha semampuku dan akan selalu berdoa walaupun gorenganku tidak laku semua, aku akan tetap bersyukur” Dani mengepalkan semangat dengan tangannya.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Terik matahari mulai terasa panas di atas kepala. Setelah sepulang sekolah Fadil dan Dani kembali berkeliling gang untuk berjualan gorengannya. Dan percakapan mereka kembali berlanjut.
“Enak ya Dil jadi kamu, walau orang tak punya tapi hidup kamu terlihat damai, kamu pintar dan di sukai guru-guru karena kesopanan kamu” Dani mulai menyanjung Fadil.
“Terlihat begitu ya?”
“Iya… memangnya kamu tidak merasa?” Tanya Dani penasaran karena wajah Fadil terlihat datar-datar saja.
“Yach… aku bersyukur hidupku sampai sekarang nyaman meskipun kadang sedih mengingat nenek sudah semakin tua, sebenarnya Dani ada satu keinginanku yang belum bisa ku wujudkan dan mungkin sulit untuk menjadi nyata” jelas Fadil terbata-bata.
“Oh ya apa itu, boleh aku tahu?”
“Aku ingin menjadi atletic” jawab Fadil berhasil mengejutkan Dani.
“Hah… atletic? Dengan satu…. Ah.. maaf, maaf lupakan…” Dani dibuatnya linglung.
“Kamu tahu sendiri kan aku suka bola basket, kekuatan melemparku cukup bagus kata pak guru olahraga, tapi… menjadi atletic, ah… aku sadar kok akan diriku”
Sejenak keheningan menerpa diantara kekakuan perbincangan mereka. Dani ingin sekali menghibur teman satu-satunya itu. Tapi dia pun tak tahu caranya.
            “Walaupun tidak jadi atletic, kamu bisa bermain basket sepuas kamu, kamu bisa berlatih jika kita mempunyai bola basket sendiri” hibur Dani.
            “Kamu benar Dan, oh ya gimana kalau kita mulai berbisnis, kita saling membantu jualan gorengannya, kita coba mendirikan warung kecil-kecilan, hitung-hitung tidak hanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tapi kita juga bisa menabung untuk keinginan kita”
“Aku sih oke-oke aja, tapi modalnya kita nyari kemana?” kata Dani
“Kita jualan dulu, kalau kita dapat uang banyak nanti kita tabung” kata Fadil
“Oke aku setuju” Dani mengacungkan jempol tanda setuju. 
Mereka pun berjualan dengan penuh semangat, optimis dan penuh keyakinan.
“Kayak gini dong kerja keras, optimis dan selalu berdoa kepada Allah” kata Fadil.
Setelah lima bulan mereka menyisihkan untuk menabung hasil jualannya, mereka akhirnya berhasil membuka warung gorengan walaupun masih kecil. Namun Alhamdulillah banyak tetangga yang menjadi pelanggan tetap. Warung gorengannya tak pernah sepi, setelah mentari mulai tampak memerah di arah barat, itulah waktunya mereka pulang. Namun Fadil tidak langsung pulang, dia masih mampir ke lapangan basket untuk melakukan hobinya. Sekitar satu jam Fadil larut dalam permainannya. Benar kata pak olahraga, Fadil kuat dalam melempar bola basket. Dan tak pernah sekalipun dia sadari bahwa selama bermain ada sesosok yang diam-diam memperhatikannya.
Ketika hari kelulusan tiba, Fadil dan Dani berhasil lulus dengan nilai cukup istimewa. Tak di sangka sebuah amplop besar di berikan kepala sekolah pada Fadil. Dan ternyata isinya adalah formulir Peserta Pelatihan Bola Basket untuk Difabel tingkat Kabupaten. Yach… Fadil diajak bergabung dengan pemain atletic bola basket yang diimpikannya.
            Sungguh tak ada kata yang cukup untuk mewakili kebahagiaan Fadil saat itu. Ternyata beginilah hasil perjuangannya selama ini. Terimakasih Allah!
Tamat

Portal Statistik
Ditulis Oleh : Husnul Khotimah Siswa kelas VIII di MTs Istikmalunnajah Pasongsongan. Gemar membaca dan menulis. Bergabung di komunitas FLP MTs I. Bercita-cita menjadi penulis terkenal.

Share with your friends