Di kelas XII IPS SMA Nusa Bangsa,
pak Anton sedang bertanya kepada siswa-siswanya.
“Anak-anak
… Bapak mau tanya cita-cita kalian setelah dewasa nanti mau jadi apa?”
“Saya
mau jadi pengusaha pak” jawab Anggi ketika ditunjuk pak guru.
“Kalau
Ana?” Tanya pak guru pada siswi yang berambut kepang di samping Anggi.
“Dokter
pak” jawab Ana antusias.
“Kalau
Sisi?” Tanya pak guru lagi.
“Mentri
pak” serentak semua siswa menoleh pada Sisi dan serempak kemudian mereka
tertawa terbahak-bahak.
“Kenapa
ketawa?” Tanya pak guru penasaran.
“Haha…
kalau mimpi tuh jangan ketinggian Sisi, nanti jatuh hilang nyawa lagi” seru
salah satu siswa yang duduk di belakang.
“Masak
peringkat 30 mau jadi mentri sih pak, gak sadar diri apa, ya gak teman-teman…”
ejek Siska salah satu siswa terpandai di kelas itu.
Sisi
merasa malu ditertawakan teman sekelasnya, ditambah ejekan Siska yang sangat
menusuk sanubarinya.
Kringgg……….
bel istirahat berbunyi. Semua siswa keluar kelas menuju kantin. Namun lain
halnya dengan Sisi, ia termenung sendiri, tampaknya masih memikirkan perkataan
Siska tadi.
“Bener
juga kata Siska, mimpiku terlalu tinggi, mana mungkin bisa aku meraihnya”
rutuknya dalam hati.
Duaarrrr….
seketika Roni mengagetkan Sisi yang tengah melamun.
“Roni
kamu nih yach ngagetin aja” kata sisi dengan nada kesal. Roni adalah salah satu
temannya dari kelas lain.
“Ya…ya..
maaf, habis kamu melamun sendiri sih, memangnya apa yang kamu pikirkan?” Tanya
Roni pada Sisi yang tak biasanya melamun sendiri.
“Roni…
kalau kita punya cita-cita yang tinggi emang gak boleh ya?” Tanya Sisi membuat
Roni sedikit kebingungan.
“Boleh
kok kata siapa gak boleh”
“Menurut
kamu, aku bisa gak meraih cita-cita aku meskipun itu terlihat mustahil” Tanya
Sisi mencoba mencari jawaban akan kegelisannya sedari tadi.
“Ya
tentu bisa lah, asalkan kamu mau berusaha maksimal” kata Roni berhasil menjawab
pertanyaan yang Sisi coba tanyakan pada dirinya sendiri.
“Oh
ya… berarti aku punya kesempatan dunk” Sisi antusias dengan jawaban yang
ditunggunya.
“Jadi
itu yang bikin kamu melamun dari tadi?” Tanya Roni menggoda Sisi.
“Hehe…”
Sisi hanya cengengesan sendiri.
“Kamu
bisa bantu aku gak Ron?”
“Bantu
apa?”
“Bantu
belajar, kamu kan peringkat 3 di kelas kamu, pasti lebih pinter lah dari aku,
mau ya?” pinta Sisi dengan penuh harap.
“Hem..
gimana ya?” Roni pura-pura berpikir, berniat menggoda Sisi. Lalu sejurus
kemudian Roni mengangguk, meng iyakan pinta Sisi, temannya itu.
“Beneran
Ron???” Tanya Sisi tak percaya. Roni pun kembali mengangguk pasti.
“Yes…
makasih Ron… kamu emang temanku yang paling baik” seru Sisi kegirangan.
Sejak obrolan itu, Sore harinya Sisi
pergi ke rumah Roni untuk belajar bersama. Nampaknya mereka sangat serius tidak
ingin diganggu. Dua hari sekali mereka belajar bersama baik di rumah Sisi
ataupun di rumah Roni. Dan akhirnya tibalah musim ujian semester.
***
Setelah dua minggu sehabis PTS, hari
senin itu adalah pembagian raport. Semua siswa penasaran, merasa takut,
gemetar, dan deg-degan. Sisi membuka lembar demi lembar raportnya. Dilihatnya
peringkat saat ini, dan seperti biasa peringkat yang sedari dulu tak berubah.
Angka 30 bertengger jelas di kotak peringkat.
“Ah…
kenapa tak berubah, sia-sia aku belajar selama ini…” rengek Sisi mulai
menangis.
“Hei…
jangan bersedih begitu, masih ada semester akhir, kamu harus lebih keras lagi
belajarnya…
aku saja yang mengajari kamu gak
putus asa kok” hibur Roni gak tega melihat mata Sisi yang mulai sembab.
“Sabar
ya Sisi, ayo kita belajar lagi” Sisipun mengangguk perlahan.
Sejak saat itu Sisi mulai bertekad
untuk menghabiskan waktunya hanya untuk belajar dan belajar. Sehabis pulang
sekolah Sisi tetap melakukan rutinitasnya belajar bersama Roni di rumah Roni.
Dan setelah di rumahnya Sisi belajar sendiri, mengulang apa yang dipelajari
bersama Roni.
***
Tanggal 02 Mei adalah pengumuman
siapa saja siswa yang lulus. Setiap siswa kelas akhir diberi amplop putih. Sisi
membukanya perlahan, berharap hal baik datang padanya. Setidaknya dia lulus
dengan nilai cukup.
SELAMAT!
NUR
AZIZAH KAMAL
“LULUS”
MENJADI
TERBAIK KE 3 SELURUH SMA SE KABUPATEN
Sisi luruh dalam derai tangisnya.
Dia benar-benar tak menyangka keajaiban itu benar-benar datang dalam hidupnya.
Dulunya ia ranking 30, tapi sekarang malah menjadi terbaik tidak hanya di
sekolahnya tapi seluruh SMA se Kabupaten. Semua teman-teman dan juga gurunya
tidak menyangka jika mereka tidak melihat seberapa keras Sisi berusaha. Sungguh
keajaiban yang luar biasa.
Semua teman-temannya sibuk
memperbincangkan universitas yang akan mereka pilih, sedangkan Sisi tak bisa
berharap banyak, karena dia tidak akan mungkin bisa kuliah. Karena Ibunya
sedang sakit, tidak punya harta ataupun tabungan. Ia hanya pasrah berharap keajaiban
kembali datang.
Sisi di panggil wali kelas ke ruang
guru, pak Anton memberikan sebuah amplop coklat. Sisi pun membukanya dengan
perlahan. Mata Sisi melotot ketika tahu bahwa kertas di dalam amplop adalah
surat penberitahuan bahwa dirinya mendapat beasiswa di Universitas terbaik di
Kota. Sisi melompat kegirangan seperti anak kecil. Kini ia bisa mewujudkan
mimpinya tanpa memberatkan keluarganya. Dan sungguh keajaiban itu benar-benar
datang pada orang yang berusaha mendapatkannya.